"Tat, tat gala laga apa"
Baru saja saya menerima sebuah pesan teks dari keponakan murid kelas dua Sekolah Dasar yang baru bisa mengetik vokal 'a' melalui piranti yang bernama
smartphone. Namanya Wira, begitu dia biasa dipanggil. Sedikit hiperaktif, mungkin dikarenakan rasa ingin tahu yang sangat besar, terutama pada hal-hal baru yang biasa dia temui. Sekarang Wira tinggal bersama kakak saya di Jakarta. Dulu dia sempat bersekolah di Yogyakarta dan Solo selama TK hingga bangku Sekolah Dasar kelas satu.
|
Wirananda dengan gigi ompongnya :* |
Pesan itu tiba-tiba mengingatkan saya akan sosok kecil Wira saat masuk ke bangku Sekolah Dasar, dimana ada pelajaran Bahasa Jawa sebagai muatan lokalnya. Wira sempat mengalami kesulitan belajar dikarenakan sejak kecil dia tidak terbiasa dengan penggunaan Bahasa Jawa di lingkungan tempat dia dibesarkan. Suatu hari, Ibunya memanggil saya agar menemani Wira belajar. Jujur saja, anak itu susah belajar apabila didampingi orangtuanya sendiri, jadi saya yang didaulat untuk menjadi tutor belajar Wira saat hendak Ujian Semester. Suatu siang setelah pulang sekolah Wira mengadu kepada sang ibu (dia memanggil ibunya dengan sebutan 'Tituk' karena cadel dan 'Apak' untuk bapak) dan saya (Wira memanggil saya 'Ante' alias tante) katanya, jawaban ujian mata pelajaran Bahasa Indonesia diberi tanda silang merah oleh gurunya. Dia protes kepada saya dengan aksen cadelnya.
"Ante... Ini kan Ia uda jawab, tapi kok dikasih melah sama bu gulu...?" *nada mau nangis*
"Lah, emang kayak gimana soalnya? Coba sini tante lihat Mas..."
"Ini nih Ante..."
*baca soal yang ditunjukin sama Wira*
Soal itu berbunyi demikian: Bangun tidur kuterus....
pilihan jawaban: a. Mandi b. Makan c. Tidur lagi d. Minum susu
Di pilihan itu Wira menyilang angka 'd' yang berarti 'minum susu'.
"Wah, kalau ini Mas Ia memang salah jawabannya."
"Ih Anteeee... ini jawabnya Ia benaaal!!" *marah*
"Benar? Masa sih? Coba ya, ingat lagu ini nggak? Bangun tidur kuterus mandi, tidak lupa menggosok gigi..." *menyanyikan lagu bangun tidur*
"Iya."
"Iya kan? Jadi apa dong jawabannya tadi? Bangun tidur kuterus...?"
"Mandi."
"Nah, itu tahu... Berarti jawaban yang benar, bangun tidur kuterus... mandi. Bukan minum susu."
"Bukaaaan Ante Gaiiih!! Jawabnya minum susuuuu!" *ngeyel*
"Kok minum susu sih? Itu salah Mas Ia, yang benar mandi." *ngeyel juga*
"Anteeee Gaih ini gimana sik? Kata Tituk... kalau bangun tidul itu Ia halus minum susu dulu, makan nasi, balu mandi. Nanti kalau nggak minum susu, Tituk bisa malah." *menjelaskan dengan polos*
"Oh...gitu? Emangnya Mas Ia kalau pagi-pagi bangun tidur biasanya ngapain?"
"Minum susuuuu, bukan mandiiiii Anteeeee!!"
Saya dan ibunya Wira seketika berpandangan sambil melongo kemudian tertawa bersama. Okay, I got this, Wira....Iya, pemahaman anak ini tidak salah. Soal itu memang berbunyi "Bangun tidur KUTERUS..." Ya mau bagaimana? Setelah bangun tidur di pagi hari, hal yang Wira lakukan (menurut perintah dari sang ibu) adalah minum susu, sarapan, baru mandi pagi... (-___-)
Hari berikutnya, setelah ujian Bahasa Jawa, Wira pulang sambil menangis. Dia protes (lagi). Sebagai tutor belajar Bahasa Jawa, saya tentu penasaran soal apa yang dipermasalahkan. Saya berusaha menenangkan Wira sebelum tangisnya lebih lama.
"Sini coba tante lihat soalnya..."
"Yang ini Ante..."
"Ini?" *menunjuk soal yang dimaksud*
Anak itu mengangguk. Saya meneruskan membaca soal yang dimaksud. Jadi kira-kira dalam soal itu digambarkan seekor sapi lengkap dengan bentuk tubuhnya. Sapi itu sedang makan rumput, ada awan di atas sapi itu dan bentuk bagian bawahnya, emm...agak sedikit buram. Entahlah.
Soalnya berbunyi demikian: Sikil sapi iku ono..... (Kaki sapi itu ada....)
Karena tidak ada pilihan jawaban, maka di situ siswa harus mengisi jawaban sendiri. Saat saya membaca jawaban yang ditulis Wira. *Glek! Nelen ludah* Apa nggak salah tulis ni bocah??
"Mas Ia, ini apa?" *nunjuk jawaban yang ditulis Wira*
"E-E-K nya." *membaca dengan polos*
"APAH?!!"
"Iya ini jawabannya e-e-k-n-y-a Anteee...."
"HAH?! KOK DIJAWAB E-E-K-N-Y-A SIH MAS IAAAA???"
"Iya kan itu jawaban yang Ia tulis..."
"Coba dibaca lagi soalnya, sikil sapi iku ono titik-titik... Apa jawabnya?"
"E-e-k-n-y-a..." *polos*
Wuahahahaha, Seketika saya ngakak sampai mengeluarkan air mata. Wira malah bingung melihat tawa saya yang meledak mendengar jawaban polos anak itu. Setelah tawa agak mereda, saya bertanya pada Wira mengapa dia bisa mendapat jawaban seperti itu.
"Mas Ia, kok bisa nulis e-e-k?"
"Ante Gaih ini gimana sik? Sikil sapi itu kan kotol Anteeee..... ada e-e-k-n-y-a itu kan di bawah. Hiii..."
Hahahahaha *ngakak sekali lagi*
"Loh, emang Mas Ia pernah lihat sapi?"
"Ia kan lihat itu di lumah olang ada."
"Kapan lihatnya?"
"Pas Ia diajak naik motol sama Apak sama Tituk....Sapinya itu kotol, ada e-e-k cokelat di kakinya semua."
Hahahahaha....Okay, I GOT THIS, WIRA! I can not even blame the honest answer from this child. O my Lord!
"Iya emang bener itu sapinya suka ada e-e-k di kakinya, tapi yang dimaksud soal ini tuh, bukan ada apa di kaki sapinya Mas.... Jadi yang ditanyakan itu ada berapa jumlah kaki sapi itu....Lain kali jawabnya jangan e-e-k lagi ya? Tapi jumlah kakinya. Coba ada berapa?"
"Empat."
"Nah itu baru bener."
Hahahaha, well...I dunno but sometimes anak-anak itu lebih 'polos' dalam merepresentasikan apa yang mereka lihat dengan indera visual mereka. Oleh karena itu, kita harus sangat hati-hati dalam membimbing dan mendidik anak. Berikan pemahaman yang baik selama itu bisa diterima oleh otak mereka :)