Thursday, August 12, 2010

Pasca Operasi

Ketika Alloh memperlihatkan ajalku di depanku……
(14 Juli 2008)


Mengingat kembali betapa berharganya sebuah kehidupan, kalau saja kita menyadarinya, tentulah aku merasa bersyukur sekali dengan apa yang telah terlewati. Segalanya begitu berarti bagi kehidupan dan pembelajaran bagi pendewasaanku. Hidup, sayang, cinta, keluarga, agama, kesabaran, ketawakalan, semua berkecamuk menjadi satu. 

Adalah hal yang sangat indah ketika kita dapat bersama kembali di tengah kehangatan kasih sayang orang-orang yang kita cintai.. Hal inilah yang aku alami, Tuhan telah membukakan mataku untuk selalu bersujud dan mengagungkan Asma NYA...
Betapa Alloh telah menguji kesabaran, kekuatan, dan keikhlasanku menjelang dan bahkan pasca operasi. Sekarang, bayangkan saja, jangankan tim dokter yang menangani operasiku, aku sendiripun hampir-hampir tidak  percaya pada kekuatan diriku saat itu. Tapi, Alhamdulillah dengan izin Alloh, semuanya berjalan sesuai kehendak- Nya.

Masih dapat kuingat dengan jelas bagaimana detik-detik pra dan pasca operasi yang sangat menegangkan itu. Ketika tubuhku tidak bisa menerima obat yang akan diberikan , saat itu pula rekam jantung berulang-ulang dilakukan padaku, dokter  wira-wiri dengan ketegangan tinggi. Dari ruangan transit operasi, aku dapat mendengar dengan jelas apa yang sedang mereka ributkan tentang kondisiku. Sementara seorang suster wanita asisten di kamar bedah menerima telepon berkali-kali dari dr. Budi Yuwono, ahli bedahku. Dokter Budi menyerahkan sepenuhnya keputusan untuk operasi atau tidak di tangan dokter Purwanto, ahli anestesiku. Mereka gundah bukan main, bahkan dokter Pur berkali-kali menengokku yang sedang "ketap-ketip" sendirian, dia mengajakku berdoa bersama, menanyai kondisiku dan apakah aku siap. 

Sedangkan aku, jangankan untuk berfikir apa yang akan kulakukan setelah aku sembuh nanti,, bahkan untuk berkata saja lidahku seakan kelu. Ketika baru saja tiba di ruang transit oeprasi dan seorang suster mengantarku mengganti pakaian putih dari sal dengan pakaian serba hijau khas kamar operasi, dia sempat berkata padaku “sampai ketemu besok, Nona”. Nona, panggilan akrab para perawat padaku, sudah lama aku opname sehingga menjadi familiar dengan mereka. Aku hanya menjawab dengan senyum kecut. Besok?,….,bagiku hari esok adalah sesuatu yang abstrak....aneh, entah,….,apakah masih akan ada hari esok untukku setelah operasi ini? 

Tanganku mulai memutih, dingin,, yang ada ketika bayangan eyang puteri almarhumah yang tersenyum serasa ada di dekatku, kemudian bayangan orang-orang yang berarti dalam kehidupanku melintas semua, keluarga, sahabat, dan orang-orang yang kusayangi. Aku mulai berfikir dengan pasrah,….,sangat pasrah bahkan. 
Aku sempat berpikir apakah almarhumah eyang puteriku ini datang untuk ‘mengajak’ aku turut serta dengannya??? kata orang jawa sih begitu...Tapi, kenapa beliau tersenyum dengan menenangkan sekali…?

Rasanya tubuhku sudah menggigil kedinginan dan rasa lelah yang amat sangat dikarenakan kondisi jantungku pula yang nyeri berhari-hari yang lalu…
Sampai akhirnya aku masuk ruang operasi, asisten di kamar bedah dan dokter anestesiku mulai memasang beberapa alat-alat di diriku. Tanganku seperti diikat pada suatu alat, dan ketika itu langsung berbunyi tiiitt….ttiiiitt…..tiiiit….

Dokter Purwanto menggodaku dengan beberapa pertanyaan seperti: “Punya kepenginan apa yang jadi cita-cita?”, dan tentu saja aku menjawab dengan gaya bercandaan juga, aku pikir dokter ini bahkan sudah menanyai permintaan terakhirku….Oh My GOD, aku pasrah dengan segalanya, semua yang menjadi kehendakMU, dan sampai aku sudah tidak bisa mengingat apapun lagi…..

……..sampai saat tiba-tiba kurasakan sebuah sentuhan tangan yang hangat di saat aku diantara hidup dan mati sesudah operasi…..

pandanganku putih semua…..
putih…..
dingin…..
aku rasa aku telah sadar….
Tapi,
Bukan…..
Ini bukan dunia nyata tempatku sadarkan diri….
Putih….
Entah dimana diriku saat itu…
Aku merasa sudah pasrah dengan apapun yang Alloh hendaki atas diriku, sudah kupasrahkan sepenuhnya kepada Alloh hidup dan matiku….
Sampai begitu hangatnya  ada sebuah jemari yang menggenggam tanganku, kurasakan….hangat…
Entah mukzijat dari Alloh yang begitu luar biasa aku rasakan, mataku perlahan terbuka…memandang sosok…sosok ini…yang aku kenal…ibuku…tangan itu adalah tangan ibuku, Ya Alloh….saat itu aku merasakan begitu hangat dan tenteram jiwaku. Walaupun sosok itu memakai baju hijau-hijau khas kamar bedah serta masker dan topi penutup, tapi aku bisa merasakan keterikatan batinku pada sosok hangat yang begitu menentramkan itu. Sampai kemudian aku hilang lagi….

Keduakalinya mataku terbuka lagi…kali ini aku bisa melihat dengan samar-samar, ibu dan dokter anestesiku, yang biasa dipanggil pak Pur, dokterku itu menepuk pipiku berulangkali, aku setengah merasakan setengah tidak, tapi aku dapat mendengar dengan samar beliau berteriak: “Ayoo, Nonaaa… bangun! Jangan kelamaan tidur! Ini mamanya sudah nunggu di sini, bangun…!”
Tapi aku hilang lagi….

Sampai aku membuka mata lagi,, mendengar suara orang bergumam, lalu aku bisa merasakan pergelangan tangan kananku seperti dieratkan ikatannya, lalu terdengan bunyi….tit…tit…tiit…tiiit….tiit….-yang kurasakan seirama manakala jantungku berdetak--  Hingga aku dapat merasakan pula di bawah hidungku seperti terpasang selang respirator. Tapi kemudian aku menghilang kembali………..

Sampai yang terakhir aku terbangun di antara perawat-perawat laki-laki maupun perempuan, aku muntah-muntah terus, sampai kemudian aku dibersihkan dan didorong ke kamar inapku.

Kemudian yang terjadi di kamar inap adalah aku teriak mengerang kesakitan karena obat bius yang habis, juga karena rasa nyeri yang sangat di dadaku sebelah kiri, tentu saja berkaitan dengan jantungku. Hingga semalaman tangan ibuku, aku minta mengelus tepat di jantungku perlahan-lahan, Ya Alloh… aku merasakan kehangatan dan energi kekuatan sebagai obat yang lauar biasa.

Itulah seorang Ibu…..
Setelah tersadar penuh sehari setelah operasi,
Aku baru bisa berfikir menalar kejadian di ruang operasi, mana mungkin ibuku diijinkan untuk masuk ke dalam ruangan? Beliau berkata, dari awal sampai akhir hanya menunggui di luar saja….
Lalu, siapa yang menggenggam tanganku itu? Menyentuhku dengan hangatnya, membuatku tersadar penuh….?

Ternyata, di luar itu semua, ibuku dipanggil oleh dokter Purwanto saat aku masih di ruang transit, di tengah-tengah ketegangan mereka….

Oleh dokter dan tim bedah, ibuku dimintai menandatangani perjanjian yang intinya tidak akan menuntut apapun jika sampai terjadi hal-hal yang diluar kemampuan mereka…. Kata ibu, ternyata sehari sebelumnya, pak Pur habis menangani seorang pasien juga yang melakukan operasi tumor, dan dia juga penderita penyakit jantung sepertiku. Dari hasil rekam jantung dan segala macam, hasilnya normal, tapi begitu di ruang operasi, wanita itu ternyata mengalami anval jantung….sehingga operasi tidak sukses….

Mungkin ada kekhawatiran tersendiri di hati pak pur saat menangani aku….
Sampai-sampai ibu diberi pengertian dan diminta menandatangani surat perjanjian dengan pihak RS….
Ya Rabb...sungguh, aku merasakan energi yang luar biasa dari ibuku saat itu...


  --
Nona Bwen