Wednesday, December 23, 2015

Gelar, Pentingkah?

Pagi ini, di tengah hiruk pikuk media sosial yang masih membahas mengenai fallout-crown dari moment puncak Miss Universe kemarin, perayaan hari ibu, serta libur natal yang akan datang, saya lebih tertarik ketika salah seorang teman menulis di media sosialnya mengenai 'title' alias gelar. Gelar pendidikan tepatnya. Dia menuliskan pemikirannya mengenai gelar pendidikan yang dianggapnya tidak penting. Gelar, menurutnya, sekarang ini hanya dipakai untuk media menyombongkan diri. Gelar hanya dipakai untuk sebuah tujuan lain demi mengejar jabatan strategis dalam karier. Gelar hanya dipakai untuk membanggakan diri di depan calon mertua. Gelar hanya dipakai untuk memposisikan diri lebih cerdas dari orang lain dan sebagainya. Masih menurut teman saya itu, bahwa pendidikan tinggi itu tidak penting. Bahwa orang bisa memperoleh kesejahteraan hidup tanpa perlu gelar yang melekat. Menurutnya pula, masih banyak orang yang tidak bergelar namun lebih sukses dibanding orang bergelar, banyak orang yang tidak bergelar dan tidak mengenyam pendidikan tinggi tetapi lebih cerdas dari mereka yang mengenyam pendidikan tinggi.

 
Terlepas dari apa tujuan manusia mencari gelar pendidikan, sayangnya, saya merasa tidak sepakat dengan pemikiran bahwa dunia pendidikan tinggi itu bukan suatu esensi. Bagi saya pemikiran seperti itu terlalu skeptis untuk diterapkan di hari ini. Suka ataupun tidak suka, pada realitasnya dalam masyarakat dunia, gelar memiliki prestise tersendiri bagi empunya. Jelas. Kita harus melihat perjuangan seseorang dalam meraih gelar yang tentu tidak mudah. Apabila mereka dengan bangga memakai gelarnya, itu adalah pilihan mereka, sebab itu adalah bentuk penghormatan atas usaha mereka sendiri. Pun, semakin lama, banyak perusahaan pencari tenaga kerja yang menjadikan strata akademis sebagai syarat diterima/tidaknya kualifikasi tenaga kerja yang mereka inginkan. Itu artinya bahwa, semakin banyak pula animo masyarakat untuk bisa berjuang hingga bangku pendidikan tinggi. Persaingan di dunia kerja semakin bervariatif dengan hadirnya para penyandang gelar tadi, tentu ini akan merangsang daya kreatifitas dan produktivitas dari tenaga kerja.

Meski begitu, saya setuju apabila ilmu dan ketrerampilan itu tidak hanya bisa kita peroleh dari bangku pendidikan tinggi saja. Saya juga sepakat bahwa masih banyak orang tanpa gelar yang mampu hidup sejahtera dan membuktikan kesuksesan mereka. Banyak pula mereka yang lebih cerdas meski tidak mengenyam bangku pendidikan tinggi. Sepakat. Namun, tetap akan berbeda hasilnya apabila seseorang yang cerdas yang diasah oleh diskusi-diskusi dengan berbagai macam opini dan mahzab, dibandingkan dengan mereka yang hanya diasah dari buku-buku tanpa pernah mencoba untuk melihat opini dari sudut pandang lain/mahzab lain. 
Group discussions.
Saya akan lebih senang berdiskusi bersama orang-orang yang memiliki pengetahuan jauh di atas saya, agar saya tahu bagaimana mereka dapat mencapai pengetahuan-pengetahuan seperti ini. Agar memancing saya untuk lebih banyak mencari ilmu. Ilmu bukan hanya sebatas gelar. Ilmu adalah nilai-nilai kebaikan, keteguhan, kehidupan dan kemanusiaan selama proses engkau meraihnya. Bukan suatu hal yang layak untuk disombongkan atau dibanggakan. Memang banyak orang yang mengejar gelar demi kenaikan jabatan strategis dalam karier mereka. Biarkan saja, karena memang bukan 'nilai-nilai itu tadi' yang mereka kejar. Semua akan kembali kepada manusianya masing-masing. Memang, selama di bangku kuliah saya banyak menemui rekan-rekan saya yang hanya setor muka dengan TA (titip absen) lewat temannya, meminjam catatan temannya dikala mau ujian, melakukan pendekatan personal ke dosen, bahkan yang lebih parah ya membayar orang untuk membuatkan penelitiannya. Lalu mereka lulus dengan cumlaude GPA, diterima di perusahaan bergengsi dan jabatan yang strategis. Banyak. Anda mau cari yang model bagaimana untuk dijadikan alasan skeptis?

Anyway, everything is based on its process. JAUH LEBIH BANYAK LAGI orang-orang yang memang benar-benar berjuang untuk mendapatkan nilai-nilai esensi dari proses perjuangan mereka untuk mendapatkan gelar tadi. Jadi jangan berskeptis bahwa gelar sekarang ini hanya sekadar abal-abal, ada yang memperolehnya tanpa pengorbanan berarti. Sekadar membayar orang untuk membuatkan tesis atau skripsi, bahkan tiba-tiba ada yang sudah mendapat gelar tanpa melalui proses yang namanya kuliah/ujian kelulusan. Masih banyak kok, mereka-mereka yang benar-benar berjuang melakukan penelitian di berbagai bidang masing-masing, dengan usaha mereka yang cukup melelahkan, dengan kegigihan mereka meski harus menghadapi kesulitan finansial, kesulitan dari faktor dosen, kesulitan dari faktor di tempat penelitian, kesulitan dari faktor pendukung yang lain. Coba Anda lihat kita punya banyak ilmuwan yang benar-benar berdedikasi di berbagai penelitian. Itu gunanya nilai-nilai dalam proses pendidikan tinggi. Nilai-nilai yang akan selalu mereka bawa hingga menapaki kehidupan sesungguhnya, kembali kepada jiwa mereka. Menjadi penerang bagi diri mereka sendiri.

Education is a light of yourlife.

Ada satu pesan saya yang saya tujukan untuk semua pembaca di sini, "If you are looking for title just for a pride, then what will you find is NO MORE than just a greeting. But, if you are looking for values as long as you get the title, then you will continue to keep it within your attitude 'til you die. It's optional."

Memang kita tidak bisa memberi arahan bagi seseorang untuk mencari suatu pembenaran atas motivasi mereka mencari gelar, tetapi, justru orang yang berilmu tahu dan sangat paham bahwa mereka tidak akan pernah merasa bahwa mereka adalah orang-orang berilmu. Hanya orang pandir yang merasa dirinya cakap ilmu. So, jangan terlalu skeptis memandang segala sesuatu, semua tergantung dari keluwesan seseorang dalam menjalaninya.




-bening-