Monday, June 20, 2011

“Separoh Abad Lebih Ndalem Martanan dan Gulawentahan yang Membentuk Pribadi dan Prinsipku, Seorang Bening Rahardjo” PART 2

Lama kelamaan aku makin pintar melupakan sesuatu. Tapi aku tidak pernah bisa mengatasi rasa rinduku pada desa kecil itu. Seperti ada sesuatu yang hilang di sana, entah apa itu, aku sendiri tidak tahu. Yang pasti, sesuatu menungguku di sana. ini bukan bicara mengenai Ndalem Martanan. Karena aku yakin, tanpa kutuliskan di sini pun, semua yang ada di Ndalem itu akan selalu kurindukan dan menunggu kedatanganku setiap saat dengan tangan terbuka. Kalau dipikir-pikir, agak konyol juga, bagaimana mungkin aku bisa menemukan sesuatu yang bahkan tidak dapat kutentukan apa itu?

Semakin beranjak usiaku, semakin menapaki masa dewasa sebagai seorang wanita yang cukup independen, aku merasa banyak perkara-perkara lama yang belum selesai, kemudian muncul lagi menghadang, yaitu perkara yang mestinya masih dapat kita lakukan atau yang harus kita lakukan, padahal sebenarnya sudah tidak mungkin kita lakukan. Mula-mula, aku merasa biasa saja, kemudian terjadi pergolakan dalam diri. Awalnya masih aman-aman saja, putaran kilasan adegan masa lalu, muncul dengan tenang. Tapi lama kelamaan kilasan adegan itu tidak mau pergi, malah seperti mengatakan sesuatu padaku: “Siapa bilang kamu tidak bisa? Semua ada pilihan. Jalan masih terbuka lebar. Tinggal memutuskan yang mana, dan bertindak.”

Pada mulanya hanya dengungan biasa, tapi pesan yang sama dengan frekuensi dengungan yang terus-menerus, lama-lama membuat aku mulai mendengarkan juga, dan akhirnya aku mampu berfikir. “Oke. Jangan-jangan suara itu benar. Pilihan memang selalu ada. Jalanku masih terbuka.” Dan saat itulah, pikiran serasa kembali muda dan fresh.

Akhirnya aku memutuskan:  Aku akan datang membuktikan semuanya pada desa kecil itu, pada semua yang ada di dalamnya! Aku akan membuktikan atas masa lalu itu dengan masa depan dan kehidupan yang terbaik!

Sebagai persiapan, inilah yang sedang aku jalani, yang hingga saat ini masih kujalani. Semua berproses. Kita tidak bisa menyalahkan pada apa yang telah terjadi. Masa lalu, itu semua dialami oleh setiap pribadi orang yang bernafas di muka bumi ini. Dalam ingatanku, paling tidak sudah seumur pohon jati aku tinggal di sana. Padahal yang sebenarnya hanyalah baru seumur jagung. Aku sadar, ingatanku bisa tertipu, oleh hal-hal yang seharusnya tidak begitu berat kupikirkan. Aku menapaki persiapanku ini dengan berdebar-debar. Orang Jawa sangat percaya pada ‘lakon’. Kalau ada yang tidak mengerti apa itu lakon? Yang dimaksud adalah ‘apa yang akan terjadi ketika seseorang menjalani hidupnya; akan seperti apa cerita hidupnya.’ Itulah lakon. Dan dalam lakon hidupku, semua memang ‘harus’ berjalan begitu. Dan aku harus membuktikan.