Thursday, September 18, 2014

Light of The Tunnel



Kenapa dan kenapa.

Aku dan kau, kita selalu bertanya tentang kenapa.
Apakah kita telah lupa kepada Alkemis yang mengajarkan bahasa universal, sehingga kita perlu bertanya? 
Apakah kita lupa ketika Socrates yang mengajarkan cinta kepada Plato, sehingga kita selalu menyangsikan?
Kau tahu Tuan, cinta selalu menarik untuk dikecap, meski hanya dengan rindu.
Terlalu manis seperti racun yang membasahi darah.
Kau tahu Tuan, kebetulan bukanlah kata benda dalam kamusku.
Itulah yang diajarkan alam, bahasa kosmik.
Bahkan ketika kita tidak mengharap untuk tak percaya, bukankah selalu tak ada pengingkaran?
Kau tahu Tuan, keresahan setiap aku-kamu-kita datang dalam percikan-percikan kecil yang mewarnai hari.
Kuartikan itu sebagai pemanis penikmat rasa, bukankah begitu yang diwejangkan Socrates juga?
Tak perlu mencari.

Kenapa kita harus ciut untuk menyambut cakrawala?
Kau tahu Tuan, perempuan ini selalu menyimpan rasa pada angin laut.
Seperti menyimpan beribu kenangan dalam benaknya.
Entah luka entah merajam, entah tawa entah bahagia.
Kau tahu Tuan, perempuan ini mencintai hujan tanpa sebab, tanpa syarat.
Seperti saat ia menerima kedatanganmu, yang tak pernah disangka arahnya.
Kau tahu Tuan, perempuan ini begitu sangat egois,
Bahkan ketika menghamburkan kata 'sayang' untukmu, tak pernah ingin dibagi.
Kau tahu Tuan, perempuan ini begitu sangat rentan,
Meski bersembunyi dalam benteng kokoh, toh dekapanmu ia anggukan juga.

Tuan, kasihku itu tidak berpetualang.
Tenanglah.
Ia masih di situ-situ saja, menunggu Tuan-nya untuk merengkuh.
Untuk dua puluh enam tahun sekian hari, tidaklah rumit menjajaki rindu.
Untuk tiga puluh satu tahun sekian hari, tidaklah rumit memahami dinamika universal.
Kau-aku-kita.
Tinggal berkata kepada alam: nyanyikan lagu amin dengan perona.
Somehow, we just have to believe that there is a light at the end of the tunnel.
Ini bukan tentang cerita 'Lorong Gelap Tak Bercahaya'.
Maka, bersabarlah Tuan.
Alam pun menjanjikan, ini tidak akan lama.



Regards,

Bening Rahardjo