Saturday, November 1, 2014

Selooow Bro, Semua Akan Nikah Pada Waktunya

Ting Tong...
*one text received*
30 Oct 2014, 09:27
From: Emo Fadzil
+628180----003
"Ning...hari ini aku diare, lemas, kepala pusing :("

Hari berikutnya...

Ting Tong...
*one text received*
31 Oct 2014, 04:27
From: Emo Fadzil
+628180----003
"Ning, aku mual-mual, kepala berat, perutku nggak karuan rasanya :("

"Ni anak kenapa sih? Dulu semangat banget mau nikah, giliran dah dilamar malah jatoh sakit.." Batin gw sambil ngebaca sms dua hari berturut-turut dari Ema yang ngabarin bahwa dia sakit.

*ngetik sms sambil ngantuk*
31 Oct 2014, 04:33
To: Emo Fadzil
+628180----003
"Yaelaah, elu kenapa sih, Ma? Habis lamaran bukannya seneng malah sakit? Habis makan apaan lu kemarin?"

Ting Tong...
*one text received*
31 Oct 2014, 05:03
From: Emo Fadzil
+628180----003
"Bukan karena makanan Ning, yang jadi masalahnya ini adalah mentalku.... :("

GUBRAK!
*bales sms sambil ngernyitin dahi*
31 Oct 2014, 05:40
To: Emo Fadzil
+628180----003
"Lah? Persiapan nikah itu dibawa santai aja Ma. Nggak usah mikir berat-berat masalah rezeki, insyaAllah ada jalannya nanti seiring dengan skenario hidup lu"

Ting Tong...
*one text received*
31 Oct 2014, 06:38
From: Emo Fadzil
+628180----003
"Bukan masalah rezeki Ning. Masalahnya, aku belum kenal sama masku. Dia juga kaku banget orangnya. Ngobrol atau pergi bareng aja nggak pernah. Mentalku jadi lemah begini, Ning"

*Lah, gimana ni bocah?*
*bales sambil mikir keras*
31 Oct 2014, 07:20
To: Emo Fadzil
+628180----003
"Yah mau gimana lagi, elu kan udah bilang mau. Yaudah dijalanin aja. Nanti kan ya lama-lama cair kaku-nya. Sabar ya, yang penting mulai sekarang harus sering komunikasi untuk persiapan nikah. Semangat! :)"

Serius, gw nggak habis pikir gimana cerita temen gw yang satu ini. Tiga bulan lalu, dia berharap pengen banget nikah. Tapi temen gw ini adalah orang yang memilih untuk tidak pacaran sebelum nikah. Hanya sebetas dekat dengan teman-teman seaktivis saja. Ketika dua hari lalu secara tiba-tiba ada pria yang datang kepada keluarganya untuk melamar (dan parahnya, dia menerima lamaran itu), eh sekarang dia galau bukan main. And one thing, yang bikin gw heran setengah hati adalah kenapa ini bocah saking galau dan paniknya malah jadi dobel-dobel sakit: yang diare lah; pusing lah; mual-mual lah; lemes lah; muntah lah. Sepanik itu kah orang yang mau menikah? Mana gw tahu jawabannya, orang gw aja juga belum melewati fase-fase itu. Iya sih, diajak nikah sama anak orang, tapi baru sebatas di telepon dan di sms doang. *oh helloooow Bening!* -____- Tapi kalau dari cerita temen-temen gw yang lain sih, mereka happy-happy aja tuh habis dilamar. Iya deg-degan pasti. Tapi nggak sampai di level diare dan pengen BAB terus-terusan tiap mikir 'NIKAH'. Gw curiga, jangan-jangan Ema makan mangga banyak-banyak sebelum lamaran. *Yakalii*

Emang segitunya ya? Apakah menikah se-parno itu di benak orang-orang yang mau menikah? Tapi bisa jadi iya, soalnya ya seperti yang dibilang temen gw tadi. Dia belum kenal dekat dengan pria yang ngelamar dia (tapi bilang iya pas dilamar, sejujurnya gw bingung juga darimana asal kata peng'iya'an ini -__-). Belum mengenal calon suami dan tiba-tiba membayangkan menjadi isteri orang itu, ya mungkin saja itu yang bikin mental teman saya jadi down. Apalagi kata dia, calon suaminya agak sedikit kaku, hahaha. Who knows what will happen tomorrow? Barangkali malah laki-laki itu yang benar-benar bisa menjaga dia dengan sepenuh hati? Ya kan? Tapi, memang sebaiknya sih ketika seseorang menerima lamaran dari orang lain, ada pertimbangan-pertimbangan sebelumnya. Yah at least seperti yang dibilang banyak orang: background orang itu dan keluarganya gimana (ini bisa jadi macem-macem, ada agama, pendidikan, pekerjaan, dll). Berhubung saya juga belum ada di fase itu, yaa...nasehat saya juga ndak bisa spesifik. Menurut sok keminter-nya saya saja sih...

Semalem, Ema ngajakin saya meet up. Mau curhat katanya. Habis maghrib saya meluangkan waktu untuk dia. Gilanya, ketika cerita detik-detik lamarannya, dia begitu berbunga-bunga bahkan sesekali tertawa cekikikan. "Ni bocah, kemarin sms bilangnya sakit-sakit. Sekarang ketawa-ketiwi, dasar nggak jelas..." Batin gw dalam hati. Malah, semalem dia bisa-bisanya ngasih nasehat ke gw, gini:
"Udah lah Ning, kamu tu mau cari yang gimana lagi? Kalau udah ada yang sreg ya diseriusin aja. Nggak usah maksain diri dalam berdoa. Kamu tahu apa yang sebenarnya bikin kita galau? Karena kita itu suka maksain kehendak saat berdoa soal jodoh. Kita terlalu banyak mau sama satu nama. Padahal, yakin aja deh, selera Alloh itu lebih tinggi dari kita. Udah pas banget kok apa yang kamu dapat nanti. Nggak akan salah pilihan Alloh. Kuncinya, pasrah aja."
"Maksudnya pasrah gimana?"
"Ya PASRAH... Aku hlo nggak ada kontak-kontakkan juga sama masku ini. Dalam sebulan, bisa dihitung jari dia ngehubungin aku. Tapi, kalau dia jodoh sama kamu, dia akan datang sendiri. Waktunya nggak akan pernah salah juga. Logika doa pun harus dibalik, kalau dulu kamu maksain pada satu nama, sekarang kamu harus minta 'siapapun yang terbaik menurut pilihan Alloh, ya itulah jodoh yang terbaik buatku' gitu..."
"Ah, elu! Sekarang aja lu bisa bilang gitu, coba tiga bulan lalu? Masih sama galaunya juga kan...?"
"Maka dari itu, Ning. Aku ingin ngasih pengalamanku, biar kamu juga bisa metik hikmahnya. Aku tahu kok, hati kamu itu condong ke siapa. Tapi, lihat aku, 6 tahun kenal orang dengan tujuan, nyatanya yang datang orang yang sama sekali nggak kuusahakan."
"Lah, kalau nggak diusahakan, trus kenapa lu jawab 'iya'?"
"Memang sih, sekarang mungkin aku belum ngerasain yang namanya cinta-cintaan kayak kamu. Tapi, aku mantap menerima dia, karena aku yakin dia bia jadi suamiku. InsyaAlloh."
"Amiin. Gw sih, kalau lo sendiri udah merasa yakin, gw hanya bisa mendoakan dan mendukung yang terbaik buat lo. Tapi besok-besok jangan sambatan sakit perut lagi."
"Kalau itu cerita lain Ning, kamu kan tahu aku orangnya gampang stress, urusannya lari ke perut. Aku stress mikirin ke depan, karena aku betul-betul belum kenal sama masku ini."
*sambil ngebatin: tapi kok bisa ya....?*
"Yaudah, nanti lama-lama juga kenal karakternya."
"Eh, tapi aku serius loh Ning. Kamu segera diseriusin juga, pesenku, kamu harus lebih duluan nikah dari Bas, Benny dan Fuad. Jangan sampai keduluan sama mereka."
*JLEB!* 
*nelan ludah sambil pamer muka asem* -____-
"Iya Ma, amiinn. Doain aja, gw mah percaya semua ada waktunya sendiri-sendiri."

Busyeett. Kali ini kenapa jadi dia yang skak-mat ke gw ya? Well, sejujurnya gw pribadi sih belum ada kesiapan di tahun ini. Jikapun ada orang yang datang ke keluarga gw saat ini, gw juga belum yakin untuk menjawab 'iya', seyakin jawaban Ema ke calon suaminya itu. Tapi yang namanya nikah, iya, pasti dipikirkan lah. Nggak hanya dipikirkan, diusahakan juga. Hanya saja masalah 'waktu', once again, ITU SEMUA DI LUAR KUASA MANUSIA. Helloooo. Ini untuk kalian para kaum jomblo maupun single:

Saya yakin sih dengan pola sederhana ini: mau diusahakan sekuat apapun, mau ditarik-ulur selama apapun, kalau dia jodoh kamu dan alam sudah berkonspirasi untuk ngasih ruang ketemu, toh nggak akan salah waktu. Tidak perlu ngoyo memaksakan 'waktu', kita hanya pelaku-pelaku di dalam waktu. Sudah ada yang berkuasa menangani waktu. Menurut pemikiran bodoh saya, alam itu perpanjangan tangan Tuhan. Jadi biarkan alam berkonspirasi dengan caranya sendiri, yang menurut kita terlalu rumit, tapi cukup mengasyikkan. Lagipula, nikah itu bukan lomba 17-an. Dulu-duluan siapa yang akan menang. Well, I tell you this: yang akan menang dalam 'pernikahan' adalah tim-tim terbaik yang bisa survive di dalam kehidupan sesungguhnya nanti, yakni setelah pernikahan. NIKAH is just a status. Nikah itu hanyalah awalan dan perjalanan di belakangnya masih sangat panjang. Karena itulah, ketika saya menikah, maka saya ingin semua itu terjadi dengan cara yang baik, bersama orang yang terbaik dan dalam waktu yang sangat baik pula. Jadi, let's nature works...





Regards,


Bening Rahardjo