Tuesday, October 21, 2014

The Indonesian New President: Mr. Joko Widodo / Mr. Jokowi

Indonesian New President 2014-2019, Mr. Joko Widodo
Kemarin kita bangsa Indonesia telah menyaksikan bagaimana proses serah-terima jabatan Presiden Indonesia ke-7 yang berlangsung di gedung MPR. Ya, Ir. H. Joko Widodo telah dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia menggantikan Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono. Ada rasa haru melepas mantan presiden yang sudah memberikan kontribusi selama 10 tahun terakhir ini. Namun, euforia masyarakat atas presiden baru juga terasa sekali, terlihat dari bagaimana Presiden Joko Widodo dikirab dari gedung MPR menuju Istana Merdeka dengan diiringi lautan manusia di sana. Mereka semua bersuka cita menyambut Presiden ke-7 Republik Indonesia. Memang sosok presiden baru ini menarik banyak perhatian rakyat Indonesia dan dunia internasional karena beliau berasal bukan dari kalangan elite tertentu ataupun militer. Beliau hanyalah sosok biasa yang berprofesi awal sebagai seorang pengusaha furniture kecil yang kemudian berkembang dan meneruskan awal karir politiknya sebagai Walikota Surakarta. Sosok Bapak Joko Widodo jauh dari ekspos media sampai pada saat beliau kemudian dicalonkan sebagai Gubernur DKI Jakarta pada tahun lalu. Mengenai profil Bapak Presiden Joko Widodo ini bisa kita telusuri salah satunya melalui wikipedia. Namun, hal-hal kecil yang jauh dari ekspos media akan selalu terkenang tidak hanya oleh orang-orang terdekatnya, tetapi juga masyarakat Solo--seperti saya pribadi.

The situation when the 7th President being paraded by a horse-drawn carriage through the crowd
Saya cukup bangga ketika melihat proses serah-terima jabatan Presiden Republik Indonesia kemarin, bukan karena saya adalah pendukung Bapak Joko Widodo kala masa kampanye presiden. Saya berbicara dalam politik netral di sini. Saya merasa bangga karena setidaknya, saya pribadi telah menjadi saksi dan mendokumentasikan perjalanan kesuksesan kepemimpinan seorang Bapak Joko Widodo semasa menjabat sebagai Walikota Surakarta dalam sebuah penelitian skripsi mendalam mengenai Kota Surakarta masa itu. Saya sudah menyaksikan sendiri dari kampung ke kampung yang dibenahi sedikit demi sedikit oleh Bapak Joko Widodo. Bagaimana transformasi kebijakan birokrat yang kaku dan berbelit-belit menjadi lebih lunak dan nyaman. Saya juga merasakan kemudahan dalam mengurus perijinan penelitian dan bahkan bagaimana kompleksitas instansi-instansi yang harus saya kunjungi dalam memperoleh data, itu menjadi jauh lebih mudah hanya dengan berbekal 'visitor card'. Beliau memang mengutamakan pelayanan masyarakat, ketimbang tetek-bengek alur birokrasi yang berbelit-belit dan non-efisiensi. Sungguh jauh sekali perbedaan yang dirasakan oleh masyarakat di masa pemerintahan Bapak Joko Widodo sebagai Walikota saat itu, hal ini bisa Anda buktikan sendiri dengan bertanya kepada mulai dari para pedagang di Pasar Klithikan Semanggi, tukang becak yang mangkal di sekitar Alun-Alun Utara Surakarta, pedagang di Pasar Legi maupun Pasar Gede, sopir taksi yang biasa beroperasi di sekitar Stasiun Solo Balapan, warga di Kelurahan Kestelan, warga di sekitar Kali Pepe di Kelurahan Sangkrah, warga di sekitar pemukiman Silir, hingga elite-elite dan seniman besar Surakarta. Siapa yang tidak mengenal Bapak Joko Widodo yang sangat familiar dengan nama Jokowi sejak dulu? Bahkan jauh sebelum nama Jokowi terendus media nasional, sosok itu sudah sangat melekat dengan masyarakat Solo. Saya ingat sekali, dulu ketika mengangkat judul penelitian ini, salah satu dosen penguji saya bahkan mengejek habis-habisan sosok Jokowi sebagai Walikota Surakarta. Namun, menurut saya itu adalah awal dari menanjaknya karir politik Bapak Jokowi. Terbukti dengan award internasional yang dia peroleh sebagai Walikota Terbaik ke-3 Dunia dari The City Mayors Foundation. Saya meneliti di lapangan secara langsung dan turut menyaksikan perubahan-perubahan signifikan pada setiap lapisan masyarakat Kota Surakarta saat itu. Itulah mengapa, saya sangat mengapresiasi penghargaan yang diberikan dunia internasional atas keberhasilan dia mempimpin sebagai Walikota Surakarta saat itu.

Begitu mahirnya Bapak Joko Widodo saat itu mengemas potensi Kota Surakarta dalam rencana-rencana strategis yang baik, sehingga masalah-masalah utama seperti: pencemaran sungai; kepadatan penduduk; kemiskinan; tanah pertanian yang menyempit; dan sistem drainase yang buruk, mampu diminimalisir dengan baik. Di masa kepemimpinannya sebagai Walikota Surakarta, banyak kebijakan-kebijakan dan program-program baru yang begitu sukses dikenal dan berjalan baik di masyarakat hingga sekarang seperti: program BPKMS (Bantuan Pendidikan Masyarakat Surakarta) dan PKMS (Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta) yang didasarkan kepada cluster system; program PPLS (Pendataan Program Perlindungan Sosial) terpadu yang mencocokkan status ekonomi keluarga dengan bantuan perlindungan dari pemerintah agar lebih prioritas dan tepat sasaran; program PODES (Program Pendataan Wilayah Administrasi Desa) yang mengintegrasikan dan mengumpulkan data kualitas infrastruktur pendidikan dan kesehatan yang ada di tiap-tiap kampung. Semua program dan kebijakan yang dijalankan tidak terlepas dari indikator IPM Kota Surakarta sendiri.

Strategi komunikasi Bapak Joko Widodo memang tidak perlu diragukan lagi. Masih begitu teringat bagaimana beliau melakukan pendekatan-pendekatan kepada para pedangan kaki lima Banjarsari yang enggan direlokasi ke Pasar Klithikan Semanggi. Bahkan penolakan keras melalui demonstrasi maupun vandalisme tidak membuat Bapak Joko Widodo marah, beliau malah mengundang para tokoh pendemo dalam jamuan makan dan membahas dengan kepala dingin. Saya teringat dengan gugon tuhon masyarakat Jawa bahwa "Wong Jowo iku yeng dipangku, mati". Ternyata benar adanya. Cara-cara manusia yang memanusiakan manusia lain, akan selalu diterima, karena pada dasarnya orang-orang yang berteriak adalah orang-orang yang ingin didengar dan diperhatikan. Beliau juga mengerti sekali bagaimana melakukan pendekatan masalah-masalah penataan pemukiman liar di sekitar bantaran sungai karena beliau pun pernah mengalami penggusuran ketika rumahnya harus dijadikan terminal waktu beliau kecil. Kegiatan-kegiatan di bidang seni dan pariwisata selalu diberi ruang untuk berkreasi, dikemas sedemikian indahnya dalam event-event yang tidak hanya berskala nasional tetapi juga internasional. Memang bisa dibilang bahwa Bapak Joko Widodo sangat mendukung pertumbuhan ekonomi kreatif di Kota Surakarta. Beliau memberi ruang khusus untuk pagelaran-pagelaran seni di ruang publik, seperti di Taman Sekartaji dan Ngarsopuro. Penataan city walk dan area internet publik bisa dinikmati masyarakat. Penataan Taman Balekambang yang semula mangkrak dan tidak terawat, juga menjadi primadona kembali atas peran besar Sang Presiden ke-7 ini. Ini bukan hanya dukungan omong kosong semata, tetapi beliau juga melakukan sinkronisasi sumberdaya yang tersedia dengan mekanisme perijinan dan penataan pertumbuhan kota dalam Perda RTRW melalui skenario kebijakan pembangunan yang lebih responsif. Di samping itu, penambahan dan perbaikan pada moda transportasi juga sangat diperhatikan oleh beliau, agar wisatawan maupun tamu yang berkunjung ke Kota Surakarta merasa nyaman. Bahkan tidak jarang beliau melakukan personal selling kepada para stakeholders maupun tamu-tamu dari negara lain sebagai calon investor.

Di bawah kepemimpinan Bapak Joko Widodo sebagai Walikota saat itu, beliau bukan hanya menampuk tanggung jawab di atas pundak seorang diri, tetapi disadarinya betul bahwa peran serta para pelaku bisnis dan swasta serta peran dari masyarakat umum sangatlah penting dalam mendukung kesuksesan setiap-setiap kebijakan yang diambilnya. Jadi kesimpulan saya, partisipasi seluruh elemen masyarakat Kota Surakarta adalah yang menjadi kunci kesuksesan pemerintahan Bapak Joko Widodo yang menjabat sebagai Walikota Surakarta saat itu. Namun, dibalik pemimpin besar pasti ada kekurangan-kekurangan pula yang tidak luput dari pandangan kita. Apabila sekarang Bapak Joko Widodo telah resmi sebagai Presiden Republik Indonesia yang ke-7, tentu perlu dukungan kita semua dari berbagai elemen agar Negara Kesatuan Republik Indonesia di bawah kepemimpinannya mampu menjadi Indonesia yang lebih baik, seperti contoh kecil Kota Surakarta yang telah saya gambarkan tadi. Pentingnya peran seluruh elemen ini juga seperti yang disampaikan oleh mantan Presiden Republik Indonesia ke-6, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono dalam sambutannya di Istana Merdeka kemarin.

Look how humble he is when he is interviewed by media
Menilik dari retorika, memang sosok Presiden Joko Widodo tidak sama apabila dibandingkan dengan Bapak Susilo Bambang Yudhoyono. Tapi bukan dalam tempatnya apabila kita membanding-bandingkan pribadi satu dengan yang lain, yang pasti tidak sama. Setiap pemimpin mempunyai karakteristik masing-masing dalam memimpin, semua ada kelebihan dan kekurangannya. Jika secara penggunaan bahasa internasional Bapak Joko Widodo masih lemah, saya rasa itu masih bisa di-cover dengan 'bilingual translator' yang akan mendampinginya nanti. Tetapi, yang saya yakin adalah 'gaya blusukan dan pendekatan yang memanusiakan manusia' ala sosok Jokowi itu tidak akan pernah hilang meskipun beliau telah menjadi orang nomor satu di negeri ini. Saran saya kepada keluarga Bapak Joko Widodo, mungkin harus dibiasakan mulai sekarang untuk menghadapi media. Tidak hanya media lokal saja kali ini, tetapi media skala nasional dan bahkan internasional. Bagaimanapun keluarga orang nomor satu di negeri ini akan selalu dipandang dalam setiap tutur, sikap dan lain-lainnya. Itu pasti. Tidak mungkin untuk dihindari, karena bagaimanapun Presiden juga butuh media sebagai rekannya. Tinggal bagaimana mengelola 'bentuk rekanan' ini agar terasa ingin 'kaku' atau sedikit lebih 'lunak' namun tetap tidak meninggalkan etika bermedia, semua tergantung kepada Presiden pula. Memang, Bapak Joko Widodo dikenal dekat dengan media. Namun, pihak media juga harus mengingat bahwa sekarang posisi seorang 'Jokowi' yang kini sudah bukan lagi dalam kapasitas sebagai Gubernur atau Walikota, tetapi seorang Presiden. Sehingga, penyebutan-penyebutan yang terkadang 'un-formal' juga harus disesuaikan sebagaimana mestinya untuk seorang Kepala Negara. Ibu Iriana Joko Widodo yang semula hanya ibu rumah tangga biasa, kemudian menjadi isteri Walikota, isteri Gubernur dan kali ini menjelma sebagai Ibu Negara, tentu harus banyak menyesuaikan diri juga. Begitu pula dengan putera-puteri beliau, yang mau tidak mau kehidupannya akan banyak diperhatikan oleh masyarakat luas. Tetapi saya pribadi berharap keluarga ini akan tetap menjadi keluarga yang humble dan jauh dari kepentingan-kepentingan elite politik yang menyimpang. Mari bersama mengawasi jalannya pemerintahan yang baru agar Indonesia menjadi lebih baik di masa-masa yang akan datang.

Mr President, Mr. Jokowi and The First Lady, Mrs. Iriana Jokowi and their children: Raka, Kahiyang and Kaesang

Selamat bertugas Bapak Joko Widodo, Presiden kami yang baru. Semoga tetap amanah selama lima tahun kepemimpinan ke depan. Membawa gaung nama baik Indonesia di mata internasional.



Regards,

Bening Rahardjo